Pola Pembagian Harta Warisan Orang Maybrat
Secara tradisional orang Maybrat memiliki
sistem kepemilikkan adat yang didasarkan atas warisan. Ada dua bentuk warisan
adat orang Maybrat secara tradisional yaitu:
1
Warisan
Adat Berdasarkan Klan (Keret) Marga
Merupakan warisan bersama suatu kelompok yang didasarkan
atas ikatan klan (keret) atau marga. Jenis warisannya adalah tanah dan hak
ulayat sebagai pusat mata pencaharian hidup bersama. Kedua kain pusaka (wãn), dan yang terakhir warisan kekuatan
supranatural (vito). Yang berhak
dalam pembagian warisan ini adalah kaum laki-laki sebagai penerus klan
patrilineal, sebab orang Maybrat menganut sistem patrilineal dimana setiap anak
mewarisi marga (fam atau keret) bapanya. Setiap anak perempuan yang kawin akan
meninggalkan mereka dan mengikuti suaminya mengelola tanah adat dari klan sang
suami. Jika ada saudari mereka yang telah kawin keluar namun ikut mengelola
tanah adat mereka itu berarti ada dua kemungkinan: yang pertama, karena
suaminya kawin masuk dan kedua atas permintaan bapa atau saudara laki-laki dari
perempuan. Kasus kawin masuk karena laki-laki tidak sanggup membayar maskawin
(mahar) perempuan yang dikawininya.
2
Warisan
Adat Berdasarkan Keluarga (Orang Tua) Kepada Anak
Merupakan warisan khusus yang ditinggalkan oleh orang tua
(bapa dan mama kandung) kepada anak-anak mereka. Selain itu, ada pula warisan
dari kakek mereka yang diwariskan kepada bapa yang masih disimpan dan
diturunkan lagi ke anaknya. Khusus untuk warisan ini biasanya diberikan kepada
anak sulung. Warisan yang diberikan adalah kain ternama yang diperoleh oleh
orang tua dari harta perkawinan saudara perempuan bapa atau tanta. Tidak ada
sistem pilah-memilih dalam pola pembagian warisan adat berdasarkan keluarga
(orang tua) kepada anak-anak (pola
pemerataan), tujuannya untuk memberi keseimbangan derajad bagi mereka
sebagai anak-anaknya untuk mempertahankan status sosial di tengah masyarakat. Selain
itu, pola pembagian yang kedua adalah pembagian harta warisan kepada anak
berdasarkan isteri. Untuk pola ini dijalankan oleh big man (rã bobot) karena
mereka memiliki lebih dari satu isteri (poligami). Poligami dilakukan oleh rã bobot sebagai strategi membangun
kekuasaan. Setiap isteri yang dikawininya pun merupakan keturunan dari keluarga
berwibawa rã bobot dan pola ini
dipandang sebagai perkawinan politis, sebab tujuan utamanya adalah
menggabungkan dua kekuatan untuk mengukuhkan kekuasaan karena dalam kehidupan communal Maybrat, terjadi pengayauan
perang hongi sehingga dengan membangun kekuatan dari dua rã bobot akan memberikan sokongan timbal balik baik ketika
melakukan upacara adat maupun dalam melakukan serangan perang.
Pola pembagian
warisan adat berdasarkan keluarga (orang tua) rã bobot kepada anak dibedakan sebagai berikut:
1. Warisan besar
Warisan besar diberikan kepada anak yang mamanya banyak
berkontribusi kepada suami. Bentuk kontribusi yang dilakukan adalah keluarga
klan perempuan memberikan kain kepada anak perempuan mereka yang disebut (mfou gu ano) sebagai wujud dukungan untuk
diberikan kepada suaminya menyelesaikan adat (bo mham / mari rura), atau menyelesaikan denda atas perbuatan
asusila atau pembunuhan.
2. Warisan sedang
Warisan sedang diberikan kepada anak yang mamanya sering
ikut berkontribusi, walaupun tidak begitu aktif.
3. Warisan biasa atau Merata
Warisan biasa atau merata adalah warisan yang dibagi
secara merata oleh orang tua kepada anak-anaknya. Dalam hal ini poin satu
sampai dengan poin tiga dianggap sebagai hal wajar dan merata, dan setiap anak
pun memahaminya karena mereka pun mengalami bersama orang tua mereka. Ada pun
warisan yang tidak diberikan langsung oleh orang tua kepada anak-anak mereka
tetapi menjadi tanggungjawab yang mesti diusahakan oleh anak-anak mereka. Misalnya,
sepanjang perjalanan hidup orang tua mereka memberikan kain kepada kerabat
keluarga yang lain dalam menyelesaikan utang piutang mereka maka anak-anak
berhak meminta pengembalian dari kerabat yang diberikan kain tersebut.