Ar. Frank Hamah Sagrim, ST
TN.14/4/2021. Kita ketahui bersama bahwa Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama diberlakukannya pembatasan mobilitas warga dan bahkan distribusi barang antar negara, khususnya distribusi pangan dunia pun menjadi terkendala.
Ada sekitar 27 negara yang diidentifikasikan terancam mengalami
krisis pangan akibat pandemi covid-19 sebagaimana dilaporkan Organisasi Pangan
Dunia (FAO) 20/7/2020. Adapun di
Timur Tengah, risiko krisis pangan juga melanda Irak, Lebanon, Sudan, Yaman dan
Suriah. Di Afrika ada pula Burkina Faso, Kamerun, Liberia, Mali, Niger,
Nigeria, Mozambik, Sierra Leone, Zimbabwe, Kongo, Republik Afrika Tengah.
Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu menjelaskan negara-negara ini sudah bergulat
dengan tingkat kerawanan pangan yang tinggi dan kelaparan akut sebelum pandemi
melanda. Selain itu, tekanan pada ketahanan pangan juga didorong krisis
ekonomi, ketidakstabilan dan ketidakamanan, iklim ekstrem, serta hama dan
penyakit hewan.
Sementara itu, berdasarkan survei oleh FAO
dan WFP, produksi pangan di masa pandemi muncul sebagai tantangan serius.
Petani yang disurvei melaporkan banyak tantangan dalam mengakses benih, sehingga
mengurangi penanaman. Di Haiti, 90 persen petani memperkirakan penurunan
signifikan pada produksi sereal.
Di Kolombia, lebih dari separuh peternak
mengalami kesulitan akses pakan, sementara di Sudan Selatan, dua pertiga
responden mengatakan bahwa mereka berjuang untuk mengakses bantuan kesehatan
hewan.
Dinamika ini kemungkinan akan mengarah ke
lingkaran setan penurunan produksi yang memicu kekurangan kesempatan kerja
pertanian dan meningkatnya harga, serta memburuknya ketahanan pangan dan gizi. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Qu bahwa “ancaman krisis pangan tak boleh dianggap enteng
dan ditunda penyelesaiannya”. Diperlukan lebih banyak upaya untuk melindungi
populasi global dari sistem pangan yang rentan terhadap krisis. Dalam upaya
untuk menanggapi tantangan ini, FAO telah merilis revisi anggaran rencana
respons global untuk Covid-19 menjadi US$428,5 juta. Bantuan itu akan mencakup
kebutuhan yang meningkat di sektor ini, seperti melindungi mata pencaharian
warga, mempertahankan rantai pangan dan memastikan orang-orang yang paling
rentan mendapatkan akses pada makanan yang penting dan bergizi. Selain itu,
dana ini juga dipakai untuk upaya pengumpulan data dan analisis yang dapat
menentukan langkah intervensi. Qu mengatakan upaya-upaya ini membutuhkan
implementasi segera agar produksi pangan tetap terjaga, mata pencaharian
terlindungi, dan ketergantungan banyak orang terhadap bantuan pangan kemanusiaan
dapat dikurangi.
Di
Indonesia
khususnya, dengan jumlah penduduk yang mencapai 270 juta lebih jiwa pastinya
membutuhkan pangan, oleh sebab itu pemerintah perlu fokus dalam hal pengelolaan
pangan dan Pengelolaan Pertanian yang seruius, baik sekala nasional maupun di
daerah.
Lahan pertanian Indonesia
sesungguhnya besar bahkan memiliki lahan sawah yang luas dan tersebar di semua
wilayah daerah kawasan Indonesia, namun di akhir tahun 2000-an beberapa lahan
sawah dialih fungsikan menjadi lahan kelapa sawit. Contohnya di Kabupaten
Sorong Selatan Papua Barat 2.697 ha. Sumatera Selatan 2011 sebesar 4.991 hektar sawah tadah hujan
dialihfungsikan menjadi perkebunan karet dan kelapa sawit. Selain itu, hutan
potensial dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit secara illegal.
Sebagaimana yang dipaparkan tim peneliti Fakultas
Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, pada Kamis, (25/10/18)
meluncurkan hasil pengolahan data perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan
dan ilegal. Temuannya, seluas 2,8 juta hektar kebun sawit berada di kawasan
hutan, 35% dikuasai mastarakat, 65% pengusaha. Izin pelepasan dan izin pinjam
pakai kawasan hutan pun pada beberapa kasus tak melalui skema perizinan reguler
atau ilegal.
Akibat dari pengalihan fungsi
lahan pertanian sawah menjadi kebun kelapa sawit, Indonesia kini mengimpor
beras dari negara lain. Bukan hanya beras tapi juga kedelai, bawang putih dan
gula. Sebagaimana arahan Presiden 13 Maret 2021 bahwa Indonesia tidak mengimpor
beras, tetapi kini dicanangkan ada inpor beras yang tengah gencar ditolak oleh
berbagai kalangan masyarakat.
Sangat tidak jelas bila
pemerintah hanya melakukan hal-hal yang sifatnya konvensional dan monoton tanpa
fokus, hal-hal itu hanya menghabiskan waktu, biaya dan tenaga. Indonesia tidak mencapai
bidang pembangunan tertinggi dengan prodak unggulan karena belum adanya fokus
pengembangan pada bidang-bidang tertentu. Pemerintah mesti punya konsentrasi
khusus pada bidang tertentu untuk dikembangkan dan tentu didasarkan atas
ketersediaan potensi SDA maupun SDM.
Kita ketahui Indonesia adalah
negara agraris, tetapi hingga sekarang belum ada kawasan ekonomi skil. Banyak
SDA yang diekspor bahan mentahnya, hal ini perlu dilakukan pemutusan, pemimpin
negara harus berani, sudah semestinya semua bahan mentah diolah di Indonesia.
Kita ambil contoh Ethiopia, sebuah negara miskin di benua afrika yang kini
menembus negara dengan pertahanan pertanian tertinggi ke-12 di dunia,
wilayahnya adalah daratan dengan luas lebih dari separuh Indonesia (110 juta
ha), belum dua dekade ini tercatat sebagai negara miskin dengan angka
kemiskinan bertahan hidup hanya 54 tahun dan pendapatan per kapita $ 170 per
tahun atau setara Rp. 2040.000; per tahun dan kurang dari 12 juta penduduk
menderita kelaparan kronis. Kini Ethiopia menjadi negara adidaya pertanian
dunia. Bank Dunia menyebutkan bahwa dalam satu dekade, Ethiopia telah mengalami
kemajuan luarbiasa dalam kesejahteraan, bahkan mencatatkan dirinya sebagai
salahsatu negara adidaya pertanian dan ketahanan pangan terbaik di dunia
menurut food Sustainability Index (FSI) tepat
satu tangga di bawah USA (urutan ke-11). Pertanian menjadi penggerak ekonomi di
Eropa karena adanya fokus membangun pertanian oleh pemerintah Ethiopia.
Indonesia perlu memutuskan
untuk pengembangan kawasan ekonomi skil sesegera mungkin guna mengatasi krisis
pangan global di tengah pandemi covid-19 yang mengakibatkan pembatasan dan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi bangsa.
Mengapa perlu pengembangan
ekonomi skil, karena Indonesia merupakan negara agraris terbesar dengan potensi
tanah dan iklim yang mendukung untuk pemajuan pertanian yang mampu memberikan
suplai pangan kepada negara-negara di dunia.
0 komentar:
Posting Komentar